Berita  

Wacana Hilirisasi Digital dalam Program Gibran : Simak Disini Menurut Perspektif Pakar

suroboyo.id – Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka, mengundang perhatian sejumlah pengamat dengan pernyataannya tentang hilirisasi digital dalam debat cawapres Pilpres 2024, yang berlangsung pada Jumat (22/12).

Gibran secara tegas menyatakan, “Kami akan lanjutkan hilirisasi. Bukan hanya hilirisasi tambang saja, tapi juga hilirisasi pertanian, hilirisasi perikanan, hilirisasi digital, dan lain-lain.”

Lebih lanjut, ia menambahkan, “Hilirisasi digital akan kami genjot. Kita akan siapkan anak-anak muda yang ahli artificial intelligence, anak-anak muda yang ahli block chain, anak-anak muda yang ahli robotik, anak-anak muda yang ahli perbankan syariah, anak-anak muda yang ahli crypto.”

Namun, sejumlah pengamat mengaku tidak mengerti maksud hilirisasi digital yang disampaikan oleh putra Presiden Joko Widodo itu.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras Adha mengatakan tidak ada istilah hilirisasi digital dalam dunia akademik.

“Saya tidak tahu karena tidak ada istilah hilirisasi digital di dalam berbagai literatur akademik maupun dokumen laporan terkait,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (23/12).

Izzudin lantas mengatakan yang sebaiknya menjelaskan terkait hilirisasi digital adalah tim sukses Prabowo-Gibran.

Senada, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengaku heran dengan istilah hilirisasi digital ala Gibran tersebut. Ia menyebut apa yang disampaikan Gibran tidak jelas dan hanya diucapkan untuk kepentingan kampanye semata.

“Hilirisasi digital itu program yang tidak jelas, tidak terarah, hanya untuk strategi kampanye menyasar pemilih yang terkesima dengan jargon-jargon hilirisasi dan digital. Tapi jadi bahan tertawaan masyarakat lainnya,” katanya.

Nailul menjelaskan hilirisasi biasanya proses pengolahan bahan baku atau raw material menjadi barang yang memiliki nilai tambah tinggi.

“Apa yang mau dihilirisasi dari digital? Teknologinya, manusianya, atau apa? Ini dari digital apa yang raw material? Nilai tambahnya di mana?” katanya.

Sementara Founder Drone Emprit Ismail Fahmi juga baru mendengar istilah hilirisasi digital seperti yang disampaikan Gibran.

“Baru dengar istilah itu. Musti tanya ke tim 02 apa yang mereka maksud,” kata Ismail.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga mengatakan hilirisasi yang disampaikan Gibran agak rancu karena digital merupakan jasa, bukan barang industri atau komoditas.

Padahal terminologi hilirisasi, kata Bhima, biasanya melekat pada penciptaan nilai tambah pada sektor berbasis komoditas atau industri.

“Kalau yang dimaksud Gibran seperti AI kemudian blockchain dan web3 itu lebih tepatnya inovasi digital. Maksudnya mungkin pengembangan digitalisasi karena saat ini sudah sampai pada tahap web4 di mana teknologi internet tidak hanya terdesentralisasi tapi juga tersebar luas,” kata Bhima.

Sedangkan Praktisi Teknologi Informasi, Ainun Nadjib berpendapat bahwa yang Gibran ucapkan tidak realistis karena belum ada ekosistem yang mendukung Indonesia menguasai hulu sampai ke hilir di sektor digitalisasi.

“Hilirisasi itu kan ketika kita menguasai hulu, tapi tidak menguasai hilir, misalnya tambang bahan mentah kita punya, tapi belum bisa mengolah,” ucap Ainun.

“Lah digital itu kita tidak menguasai hulunya, China saja tidak menguasai hulunya. Justru karya-karya anak bangsa adanya hilir semua, aplikasi2 yang langsung dipakai masyarakat sebagai produk akhir,” ucap Ainun kemudian.

Penjelasan Kubu Gibran

Sementara itu, Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Budiman Sudjatmiko mengatakan hilirisasi digital yang disampaikan Gibran dimaknai dalam dua hal.

Pertama, hilirisasi digital sebagai bentuk pembangunan ekosistem digital atau digitalisasi rantai pasok.

“Dari hulu sampai hilir berupa produk alat teknologi atau technological devices seperti laptop, smartphone, komputer personal untuk berbagai sektor industri,” katanya.

Artinya, sambung Budiman, membangun ekonomi digital tidak cukup hanya pengembangan aplikasi saja tetapi juga mempersiapkan infrastruktur jaringan atau konektivitas internet serta membangun industri perangkat digitalnya pula.

Pengembangan hilirisasi digital dengan pendekatan ekosistem itu, katanya sering diistilahkan dengan Device, Network and Application (DNA).

“Sumber daya apa yang dibangun dalam ekosistem ini dan bernilai tambah tinggi? Data. Karena itu tepat sekali ketika Mas Gibran juga mengingatkan pentingnya membangun sistem Cyber Security dan Cyber Defense saat bicara ekonomi digital, karena pada akhirnya, data dan pengolahan data secara digital (dengan menggunakan teknologi AI atau Blockchain) yang memiliki nilai tambah ekonomi terbesar,” katanya.

Pemaknaan kedua terkait hilirisasi digital, kata Budiman, adalah melakukan digitalisasi secara intensif dalam suatu rantai pasok industri. Hal itu terkait potensi teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses industri di semua lini.

“Sebagai contoh untuk rantai pasok pangan, maka hilirisasi digital dimaknai dengan penerapan teknologi digital sejak pengembangan pupuk dan bibit unggul, proses produksi melalui IOT Smartfarming, digitalisasi logistik dan distribusi, digitalisasi pengolahan hasil pertanian hingga pengembangan e-commerce sektor pangan,” katanya.

Budiman mengatakan hilirisasi digital telah diterapkan di China dan Amerika Serikat (AS). China, katanya, membangun ekonomi digitalnya dengan lengkap mulai dari teknologi chips, industri perangkat digital, teknologi internet, hingga pengembangan aplikasi-aplikasi berbasis AI yang sangat canggih.

Sementara AS, memiliki kapasitas teknologi yang kuat di pengembangan teknologi chips, perangkat digital dan teknologi satelit.

“Kedua negara tersebut kemudian dengan mudah melakukan digitalisasi di berbagai sektor industrinya,” kata Budiman.