Berita  

Penurunan Hampir 400 Kasus Stunting di Surabaya dari Januari hingga September

suroboyo.id – Angka kejadian stunting pada balita di Surabaya mengalami penurunan hampir 400 kasus selama periode Januari hingga September 2023.

Menurut hasil survei dari Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2022, prevalensi stunting di Surabaya berada pada tingkat 4,8 persen atau melibatkan 923 balita hingga awal bulan Januari 2023.

Namun, angka tersebut terus mengalami penurunan sepanjang bulan-bulan berikutnya. Pada bulan Februari, terdapat 872 kasus stunting, lalu pada awal Maret 850 kasus, kemudian pada awal April 805 kasus.

Pada bulan Mei 2023, angka ini menurun menjadi 760 kasus, diikuti oleh penurunan lebih lanjut pada awal Juni 2023 hingga mencapai 712 kasus.

Pada awal Juli, jumlah kasus stunting menurun menjadi 653 kasus, dan penurunan terus berlanjut hingga mencapai 583 kasus pada awal Agustus dan 533 kasus pada awal September. Hingga tanggal 26 September 2023, jumlah kasus stunting di Surabaya mencapai 529 kasus.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyatakan bahwa angka ini adalah yang terendah secara nasional di seluruh Indonesia.

“Sejak awal diamanahi sebagai wali kota, kami memang langsung tancap gas soal stunting. Karena ini soal masa depan generasi penerus kita, generasi emas tahun 2045. Tahun ini kita terus bergerak karena kita ingin tahun 2023 ini, Surabaya zero stunting,” kata Eri dalam keterangan resmi, Rabu (27/9/2023).

Penekanan stunting ini dimulai dari pendataan, setiap calon pengantin dideteksi data kesehatannya. Semua data antara Kantor Kementerian Agama dan Puskesmas terintegrasi.

“Jadi langsung ketahuan, bagaimana lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh calon pengantinnya. Ini penting untuk tahu apakah ada risiko kekurangan energi kronis atau kekurangan gizi, sehingga ada antisipasi. Di situlah Pemkot Surabaya melalui Puskesmas melakukan intervensi, bisa berupa tambahan gizi dan sebagainya,” jelasnya.

Pencegahan stunting juga dilakukan dengan rutin membagikan Tablet Tambah Darah (TTD) untuk remaja putri di sekolah-sekolah atau disediakan di puskesmas seluruh wilayah Surabaya.

Selain itu, sosialisasi calon pengantin (catin) melalui program Pendampingan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Pendampingan untuk ibu dan balita juga dilakukan dengan penyuluhan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Selain itu, juga ada pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).

“Ada pula pemberian Taburan Ceria (Taburia) multivitamin dan mineral untuk balita, memberikan menu sehat pada ibu balita serta mempraktekkan demo memasak makanan sehat. Bahkan, ada pula program pemberian permakanan stunting, Kampung ASI, Jago Ceting yang digerakkan bersama PKK dan lintas sektor, imunisasi, aksi konvergensi penanganan stunting dan masih banyak lainnya,” tegasnya.

Langkah penanganan itu diputuskan pemkot dengan rembuk stunting di tingkat kota, mulai dari kecamatan, kelurahan, puskesmas, PKK, tiga pilar dan peran serta tokoh masyarakat.

“Dengan konvergensi itu, tersusun pemecahan masalah yang ditemukan dengan intervensi sensitif mencapai 70 persen dan spesifik 30 persen, sesuai masing-masing wilayah di kelurahan dan kecamatan. Alhamdulillah dengan berbagai program itu, angka kasus stunting di Surabaya terus turun dan terendah se-Indonesia,” pungkasnya.