suroboyo.id – Belasan warga Kabupaten Banyumas telah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, dengan nilai gugatan mencapai Rp 1,3 triliun. Gugatan ini diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kelompok penggugat terdiri dari 5 orang advokat, 5 orang mahasiswa Hukum, 2 calon advokat, dan 1 penulis. Mereka didampingi oleh 18 advokat alumni Unsoed Purwokerto, bersatu dalam tuntutan agar Anwar Usman mengundurkan diri dari kursi hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Aan Rohaeni, pengacara dan juru bicara penggugat, menjelaskan bahwa gugatan ini telah didaftarkan pada hari Senin (13/11/2023) dengan nomor perkara: 756/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst.
“Alasan di balik gugatan ini adalah untuk menjaga marwah Mahkamah Konstitusi tetap tegak. Sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan merdeka dari campur tangan pihak manapun,” ujar Aan melalui siaran pers yang diterima dari salah satu penggugat pada Senin (13/11/2023).
Aan berujar, para penggugat tidak memiliki kepentingan langsung dengan 3 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Lebih jauh, mereka bukan berasal dari partai politik.
“Para penggugat itu bukan pengurus partai politik manapun. Bukan bagian dari tim sukses ataupun relawan. Sehingga gugatan ini diajukan para penggugat semata demi memperjuangkan tegaknya marwah MK sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan merdeka dari campur tangan pihak manapun,” terangnya.
Selain itu menurut Aan, Anwar juga diminta agar secara sadar untuk mundur dari hakim konstitusi setelah diputus sanksi berat oleh MKMK.
“Gugatan yang diajukan oleh para penggugat memiliki tujuan tunggal agar Anwar Usman secara ksatria segera mundur dari jabatan sebagai Hakim Konstitusi MK. Semata demi kepentingan bangsa dan negara, serta demi menghindari terjadinya konflik horizontal dan vertikal pasca Pemilu 2024,” jelasnya.
Dirinya menilai jika Anwar Usman tidak segera mundur, maka yang akan menjadi korban adalah Mahkamah Konstitusi dan seluruh masyarakat Warga Negara Republik Indonesia.
“Pilihan Anwar Usman untuk tetap bertahan sebagai Hakim Konstitusi, meskipun non palu, tidak akan pernah bisa memulihkan kepercayaan publik terhadap kemandirian Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
“Di sisi lain, bertahannya Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara, karena negara menghambur-hamburkan uang untuk membayar hakim yang secara nyata tidak akan pernah bekerja,” ungkapnya.
Aan juga menegaskan Anwar Usman digugat atas dasar adanya 2 peristiwa. Di dalamnya memuat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat, yang dapat dicela oleh masyarakat.
Kemudian perbuatan Anwar Usman yang memilih untuk tetap bertahan menjadi Hakim Konstitusi adalah perbuatan yang tidak patut, tercela, dan bertentangan nilai-nilai moral yang hidup dalam masyarakat.
“Padahal terbitnya Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/MKMK/L/11/2023, tanggal 7 November 2023, secara yuridis membuktikan bahwa ANWAR USMAN telah melakukan perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi,” ucapnya.
Sebagaimana ketentuan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945, (5) Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
“Artinya sebagai Hakim Konstitusi, yang telah diputus melakukan pelanggaran berat, kedudukan Tergugat sebagai Hakim Konstitusi bukan saja bisa dianggap cacat moral tapi juga sudah cacat secara konstitusional,” lanjutnya.
Sehingga berdasarkan alasan atau dalil-dalil tersebut. Para penggugat mohon agar Ketua PN Jakarta Pusat dan atau Hakim Pemeriksa Perkara, berkenan menjatuhkan putusan.
“Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya. Menyatakan Tergugat Anwar Usman telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan tercela. Menyatakan Tergugat, sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Hakim Konstitusi. Dan menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Para Penggugat, sebesar Rp 1,3 Triliun serta membayar biaya perkara,” pungkasnya.