suroboyo.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah secara resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang baru.
Pengesahan ini terjadi dalam rapat paripurna yang diadakan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (3/10). Dalam pengambilan keputusan ini, delapan dari sembilan fraksi yang ada di DPR menyatakan persetujuan terhadap revisi UU tersebut.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta pandangan setiap fraksi mengenai RUU tentang perubahan UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara.
Anggota dewan yang hadir menjawab dengan setuju, dan tindakan ini kemudian ditandai dengan pemukulan palu oleh Dasco sebagai tanda pengesahan resmi.
Delapan dari sembilan fraksi di DPR, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, PAN, menyatakan persetujuan terhadap pengesahan RUU IKN.
Sementara Partai Demokrat memberikan persetujuan dengan beberapa catatan, PKS adalah satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU tersebut.
“Fraksi Demokrat menyetujui dengan catatan atas RUU untuk dilakukan dalam pembicaraan tingkat dua untuk disahkan menjadi UU. Sedangkan PKS menolak RUU untuk dilanjutkan dalam paripurna hari ini,” ucap Dasco.
Pada rapat pleno tingkat satu yang digelar pada Selasa (19/9), anggota Komisi II Fraksi Demokrat Mohamad Muraz mengatakan melalui revisi UU IKN, otorita IKN akan memiliki kewenangan yang lebih luas lagi.
Ia menyampaikan lembaga itu akan berwenang untuk membuat perencanaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan aset, pengelolaan SDM, penguasaan tanah, perjanjian kerjasama hingga perbuatan peraturan-peraturan lainnya.
“Dalam kegiatan persiapan pembangunan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus,” tutur Muraz.
Muraz menilai kewenangan yang melekat pada otorita itu berpotensi tumpang tindih dengan kementerian atau lembaga lainnya. Selain itu, ia menilai kewenangan khusus itu dianggap sangat besar untuk lembaga setingkat kementerian.
“Karena itu pengawasan otorita IKN harus secara tetap dilakukan agar proses check in balances tetap terlaksana,” ucapnya.
Sementara itu, Teddy Setiadi mewakili Fraksi PKS menyatakan penolakan. Namun, ia tidak menjelaskan catatan dari partai terkait sikap itu.