suroboyo.id – Penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan dalam mengatasi kerusuhan sepertinya masih menjadi kebiasaan, meskipun tragedi serupa di Kanjuruhan masih segar dalam ingatan.
Kasus terbaru terjadi dalam bentrokan di Pulau Rempang, Kota Batam, pada tanggal 7 September 2023, yang juga melibatkan penggunaan gas air mata yang mengkhawatirkan, bahkan dilaporkan berdampak pada anak-anak sekolah. Polri memberikan alasan bahwa efek gas air mata tersebut terjadi akibat tertiup angin.
Menurut pernyataan dari Polri, gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian pada saat bentrokan tertiup angin sehingga arahnya beralih ke sekolah di Pulau Rempang-Galang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis, 7 September 2023.
Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, menegaskan bahwa tidak ada laporan mengenai korban cedera baik dari aparat keamanan maupun warga sipil.
Ramadhan juga membantah adanya laporan mengenai siswa yang pingsan atau bayi yang meninggal akibat peristiwa tersebut.
Dia menjelaskan, “Yang ada adalah gangguan penglihatan sementara akibat tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian yang menggunakan gas air mata dan efeknya terdampak oleh angin.” Penjelasan ini disampaikan di Gedung Bareskrim Polri pada tanggal 8 September 2023.
Padahal Oktober lalu ratusan orang tewas dan luka gara-gara gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang. Lucunya, terdakwa Tragedi Kanjuruhan itu, eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, sempat divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Alasannya? Gas air mata tidak ditembakkan ke arah kerumunan. Zat itu terbawa angin dan mengenai masa.
Sebagai pengingat, tragedi Kanjuruhan terjadi pascapertandingan Liga 1 antara Persebaya vs Arema FC pada 1 Oktober 2022. Sebanyak 135 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat peristiwa ini.
Insiden bermula ketika peluit panjang dibunyikan wasit dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persebaya. Beberapa orang pendukung Arema FC kemudian masuk ke lapangan untuk memberi semangat pemain tuan rumah.
Aparat keamanan ikut merangsek ke para pendukung Arema itu. Cilakanya, mereka kemudian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Tribun yang disesaki pendukung tuan rumah itu pun berubah jadi neraka. Asap pekat yang membuat dada sesak dan mata perih itu membuat ribuan orang kocar-kacir menuju pintu keluar. Korban pun berjatuhan.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Tragedi Kanjuruhan menyimpulkan gas air mata jadi penyebab utama kematian massal di insiden tersebut.
“Kemudian yang mati dan cacat, serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan, itu penyebabnya,” kata Ketua Tim TGIPF Tragedi Kanjuruhan Mahfud MD dalam konferensi pers di Istana, Jumat, 14 Oktober 2022.
Ada 6 orang yang awalnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKB Hasdarman, dan Kepala Bagian Operasional Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Sedangkan dari sipil Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Suko divonis 1 tahun penjara. Hasdarmawan juga divonis 1 tahun 6 bulan. Akhmad bebas dari tahanan pada Desember, berkasnya tak kunjung lengkap.
Hingga kini statusnya masih tersangka. Dua polisi lainnya, Bambang dan Wahyu sempat divonis bebas. Namun, vonis tersebut dianulir Mahkamah Agung. Bambang divonis 2 tahun penjara. Sedang Wahyu dihukum penjara 2,5 tahun.