Resensi Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan Dr MN Kamba

Resensi Buku Tuhan Maha Asyik
Resensi Buku Tuhan Maha Asyik

Suroboyo.id – Buku Tuhan Maha Asyik adalah buku karya dari Sujiwo Tejo dan Dr MN Kamba yang isinya ingin mengajak kita untuk lebih mengenal Tuhan dengan sudut pandang yang berbeda.

Judul: Tuhan Maha Asyik

Pengarang: Sujiwo Tejo dan Dr. Min. Kamba

Penerbit: Imania

Tahun terbit: Cetakan XIV, November 2019

Tebal buku: 245 halaman

ISBN: 978-602-7925-29-5

Baca juga: Review Buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat Karya Mark Manson

Buku ini merupakan salah satu karya Sujiwo Tejo dan Dr. MN Kamba yang mengambil tema tentang kebertuhanan. Membahas perkara Tuhan dengan asyik melalui analogi kehidupan anak-anak serta dilengkapi dengan penjelasan terkait pemaknaan disetiap kisah yang disajikan sebelumnya.

Buku ini terdiri dari 245 halaman yang pada halaman awalnya kita akan disuguhkan oleh theme song yang dinyanyikan langsung oleh Sujiwo Tejo.

pertama buku ini terbit pada bulan November tahun 2016 dan pada Februari 2019 sudah memasuki cetakan yang ke sebelas oleh penerbit Imania.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, buku ini mengangkat tema kebertuhanan yang sebenarnya adalah hal yang sangat mendasar bagi mayoritas masyarakat Indonesia.

Dikatakan dalam sinopsis yang ada pada sampul belakang buku, Tuhan sangat asyik ketika Dia tidak kita kurung paksa dalam penamaan-penamaan dan pemaknaan-pemaknaan.

Dia tak terdefinisikan. Dia tak temaknakan. Dia ada sebelum definisi dan makna ada. Tuhan itu mainstream. Tuhan itu Maha Asyik ketika kita mentadabburi-Nya, bukan melogikakan-Nya.

Dengan mencampakkan kesombongan dan taklid pada kerendahan hati, buku ini mengingatkan pada kita: bahwa ke manapun kau memandang, di situlah wajah Tuhan.

Ada beberapa hal yang membuat buku ini sangat menarik. Di dalamnya selain terdapat kisah anak-anak yang disajikan secara sederhana dan penjelasannya dari penulis, juga dilengkapi dengan lukisan-lukisan karya Sujiwo Tejo yang dapat dinikmati hampir disetiap kisah.

Bahasa yang digunakanpun lugas dan tidak terlalu sulit untuk dipahami, hanya saja membaca buku ini perlu dengan pikiran yang terbuka dan tidak terkungkung dalam sebuah perspektif tentang sebuah agama atau kepercayaan atau mazhab atau ideologi atau yang sejenisnya.

Pandangan tentang Tuhan dikemukakan secara holistik, sehingga buku ini patut untuk dibaca oleh semua kalangan.

Salah satu kisah yang terdapat dalam buku ini berjudul Bahasa (1) dimana kisah dimulai hanya karena sebuah pertanyaan yang muncul dari mulut Pangestu kepada Guru Matematika saat mata pelajaran tengah berlangsung.

Baca juga: Filosofi Teras, Sinopsis, dan Kutipan Motivasi: Buku Pengantar Filsafat Panduan Moral Anak Muda,

“Kalau nanti saya sudah boleh pacaran, apa saya boleh punya perasaan yang banyak kepada dia, Bu?” Yang nyatanya pertanyaan tersebut ditanggapi oleh teman-temannya, ada yang mengatakan boleh, ada yang tidak boleh karena adanya rambu-rambu, hingga salah satu dari mereka menyatakan bahwa si Pangestu bebas untuk memiliki perasaan yang banyak kepada pacarnya, hanya saja ketika perasaan tersebut telah dibahasakan melalui ungkapan kata-kata maka saat itu juga Pangestu sudah tidak lagi bebas, karena sudah terkungkung dalam bahasa yang terbatas.

Sampai pada akhirnya sebuah pertanyaan menutup kisah tersebut, “terus, bagaimana cara orang-orang yang punya perasaan baru itu membaca Kitab Suci agar tetap nyambung?”

Hal tersebut dijelaskan secara lugas di halaman setelahnya dimana penulis hendak menyampaikan bahwa firman Tuhan dalam Kitab Suci memiliki pemaknaan yang sangat kaya sedangkan teks bahasa terkungkung dalam aturan dan tata bahasa yang tentu pemaknaan yang dihasilkan dari teks bahasa akan mengkerdilkan makna dari firman Tuhan.

Setiap pemaknaan yang ada di dalam firman Tuhan seharusnya mampu diinternalisasikan ke dalam karakter manusia, lalu dieksternalisasikan dalam laku sehingga dampak sosial akibat kebertuhanan kita akan terasa dalam tatanan masyarakat.

Kedalaman makna dalam setiap kisah serta pengembalian esensi dalam mengenal Tuhan menjadi inti dari buku ini. Saya merekomendasikan kita semua untuk membaca buku ini, bukan untuk menjustifikasi tindakan-tindakan keberagamaan atau kebertuhanan yang dangkal dalam sebagian besar masayarakat (bisa jadi termasuk saya sampai dengan hari ini), akan tetapi untuk mengingatkan diri kita masing-masing apakah kita benar-benar sudah mengenal Tuhan kita atau sejauh ini kita hanya sekedar mengoleksi buku-buku agama, rakaat-rakaat shalat, serta jumlah juz Al-Qur’an setiap harinya.

Baca juga: Review The Secret: Buku Best Seller Karya Rhonda Byrne

Kutipan Buku:

“Orang-orang yang mengaku beragama yang justru gaduh mempersoalkan siapa-siapa saja yang boleh masuk surga dan siapa-siapa saja calon penghuni neraka.”

“Ciri utama manusia yang mengenali Tuhan tanpa nama adalah bahwa ia memiliki kearifan dan kebijaksanaan (makrifat dan hikmah)”