Rekomendasi Buku Self Improvement Best Seller: Stop Overthinking Hingga Filosofi Teras

Rekomendasi Buku Improvement
Rekomendasi Buku Improvement

Suroboyo.id – Rekomendasi buku Self Improvement best seller di tahun 2022.

Berbicara mengenai pengembangan diri, tentu hampir semua orang ingin menjadi orang yang lebih baik. Dan salah satu cara jika kamu ingin mengembangkan diri solusinya adalah dengan banyak membaca buku tentang pengembangan diri.

Dan beberapa buku Self Improvement ini bisa menjadi rekomendasi kamu untuk berkembang. Buku-buku ini akan mengajarkanmu untuk lebih mengenal dan menghargai diri sendiri.

Baca juga: Rekomendasi Buku Tere Liye: Ada Komet Hingga About Friends

Mulai dari dengan cara pengendalian emosi hingga melatih cara berpikir. Buku-buku ini ditulis oleh para motivator dan tokoh terkenal.

Beberapa rekomendasi buku-buku ini juga akan membantumu untuk upgrading diri di tahun 2023 nanti.

Rekomendasi Buku Self Improvement Best Seller

1. Stop Overthinking

Kita semua hidup di dunia yang amat tegang, memberi stimulasi berlebih, dan begitu mengutamakan logika. Overthinking—berpikir berlebihan—mendorong insting kognitif kita yang biasa menjadi sangat aktif.

Overthinking terjadi saat proses berpikir kita hilang kendali sehingga menyebabkan kegelisahan. Pada keadaan normal, otak membantu kita memecahkan masalah dan memahami lebih jelas tentang suatu hal—tetapi overthinking justru melakukan sebaliknya.

Overthinking merupakan aktivitas mental yang sangat merusak, baik berupa menganalisis, menghakimi, memantau, mengevaluasi, mengendalikan, maupun mengkhawatirkan—atau semuanya dalam satu waktu.

Sifat yang mencirikan overthinking—kita menyebutnya sebagai kekhawatiran, kecemasan, stres, ruminasi (pikiran negatif yang terus-menerus dan berulang), bahkan obsesi—akan menimbulkan perasaan buruk, dan itu sama sekali tidak menolong.

Overthinking kerap menguat dengan sendirinya atau terus berputar tanpa henti. Pikiran pun terasa mengganggu. Buku ini berisi berbagai metode dan teknik untuk menghindarkan kita dari overthinking supaya kita dapat memanfaatkan otak untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Dengan menerapkan berbagai metode tersebut, kita diharapkan akan dapat mengendalikan apa yang dipikirkan, menciptakan harapan dan kesenangan ketimbang rasa takut, mengendalikan stres, serta memegang kendali akan hidup kita.

Baca juga: Filosofi Teras, Sinopsis, dan Kutipan Motivasi: Buku Pengantar Filsafat Panduan Moral Anak Muda,

2. Kecerdasan Emosional

Apakah IQ adalah takdir? Ternyata tidak sebagaimana yang lumrah kita pikirkan. Gardner memperlihatkan mengapa orang yang ber-IQ tinggi mengalami kegagalan dan orang yang ber-IQ sedang menjadi sangat sukses.

Penyebabnya adalah “kecerdasan emosional”, yang mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati, serta kecakapan sosial.

Kecerdasan emosional merupakan ciri orang-orang yang menonjol dalam kehidupan nyata: mereka yang memiliki hubungan dekat yang hangat dan menjadi bintang di tempat kerja.

Ini juga ciri utama karakter dan disiplin diri, altruisme, serta belas kasih—kemampuan-kemampuan dasar yang dibutuhkan bila kita mengharapkan terciptanya masyarakat yang sejahtera.

Sebagaimana ditunjukkan oleh Goleman, kerugian akibat rendahnya kecerdasan emosional dapat berkisar dari kesulitan perkawinan dan mendidik anak hingga ke buruknya kesehatan jasmani.

Rendahnya kecerdasan emosional dapat menghambat pertimbangan intelektual dan menghancurkan karier. Barangkali kerugian terbesar diderita oleh anak-anak, yang mungkin bisa mengalami depresi, gangguan makan dan kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas, serta kejahatan dengan kekerasan.

Kabar gembiranya, kecerdasan emosional tidak ditentukan sejak lahir. Karena pelajaran-pelajaran emosional yang diperoleh seorang anak akan membentuk sirkuit otaknya, Goleman memberikan pedoman mendetail tentang bagaimana orangtua dan sekolah dapat memanfaatkan kesempatan emas masa kanak-kanak.

Baca juga: Buku Filsafat Terbaru 2022: Ada Filsafat Ilmu Hingga Filsafat Agama Karya Amsal Bakhtiar

3. Nanti Juga Sembuh Sendiri

“Nanti Juga Sembuh Sendiri’ adalah buku yang sebenarnya jadi ‘cermin’ atau ‘teman curhat’ paling dalam mereka untuk bisa jujur dengan perasaannya sendiri. Begitu banyak orang yang denial dan berpura-pura kuat dan gak punya teman cerita.

Buku ini layaknya ‘diary’ yang mana pembaca tidak perlu membaca dari awal. Cukup membuka bab atau tulisan yang sesuai dengan kondisi hati saja.

Buku ini akan berisi kata-kata sederhana, mungkin jauh dari diksi-diksi indah, tapi kesederhanaan & apa adanya itu yang biasanya lebih bisa diterima oleh mereka yang gak baik-baik aja.

4. Merawat Luka Batin

“You are what you think,” begitu kata banyak orang. Padahal, ketika saya berpikir saya kaya, uang dalam rekening saya tidak otomatis bertambah. Akan lebih tepat jika kutipan ini sedikit diubah menjadi “You are how you think”, karena perasaan dan diri kita bergantung pada bagaimana cara kita berpikir.

Buku ini berisi tentang proses berpikir, bukan sekadar berpikir dengan positif. Saat perasaan sedang tidak baik-baik saja, terlebih pada keadaan depresi, proses pikir kita biasanya ikut andil dalam memperburuk keadaan.

Namun, sulit bagi kita untuk menyadari proses berpikir yang bermasalah ini karena kita menganggapnya sebagai cara kita melihat realitas. Menyadari pikiran yang keliru saat hal itu muncul bukanlah hal yang mudah.

Buku ini memuat beberapa pola untuk membentuk cara berpikir yang tepat. Tak hanya orang-orang yang sedang merawat luka batin, para caregiver dan penyintas depresi juga bisa menarik manfaat dari buku ini.

Semoga buku ini juga bisa menghapus stigma tentang depresi dan menunjukkan bahwa gangguan kejiwaan, termasuk depresi, bisa dialami siapa saja.

Baca juga: Buku Ikhlas Paling Serius: Review, Sinopsis Hingga Kelebihan Buku

5. Filosofi Teras

Lebih dari 2000 tahun lalu, sebuah mazhab filsafat menemukan akar masalah dan juga solusi dari banyak emosi negatif. Stoisisme, atau Filosofi Teras, adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh dalam menghadapi naik-turun nya kehidupan.

Jauh dari kesan filsafat sebagai topik berat dan mengawang-awang, Filosofi Teras justru bersifat praktis dan relevan dengan kehidupan Generasi Milenial dan Gen-Z masa kini.