suroboyo.id – Kasus tragis kematian Wayan Mirna Salihin akibat kopi beracun sianida kembali menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Muncul dugaan bahwa pembunuhan tersebut direncanakan dengan maksud agar dana asuransi yang dimiliki Mirna dapat dicairkan.
Seorang pengacara yang mewakili Jessica, yang merupakan teman Mirna, pernah menyatakan bahwa Mirna memiliki polis asuransi jiwa dengan nilai senilai US$ 5 juta di luar negeri, atau setara dengan sekitar Rp69 miliar.
Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada pihak yang mungkin saja sengaja menjebak Jessica sebagai tersangka, dengan tujuan untuk mengakses dana asuransi jiwa yang dimiliki oleh Mirna.
Dalam konteks ini, Dedi Kristianto, seorang pakar dalam bidang investigasi klaim asuransi, mengungkapkan bahwa praktik manipulasi klaim seperti ini bukanlah hal yang baru dalam dunia asuransi. Dia telah sebelumnya menghadapi kasus serupa, meskipun nilai klaimnya tidak sebesar yang diduga dalam kasus Mirna.
“Ketika saya sebelumnya menangani kasus klaim asuransi, saya menemui situasi di mana ahli waris seseorang bekerja sama dengan pihak tertentu, sering kali pacar atau selingkuhan, untuk merencanakan kematian tertentu dengan harapan klaim asuransi dapat dicairkan,” ungkap Dedi dalam percakapan telepon pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Setelah ditelusuri, akhirnya terungkap bahwa pembunuhan itu intensinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang nantinya didapatkan ketika si suaminya atau tertanggungnya meninggal dunia.
Dedi pun tak menampik aksi manipulasi klaim itu masih ada, meski jumlahnya tidak bermiliar-miliar, tapi ratusan juta. Adapun korbannya juga berasal dari masyarakat umum bukan orang yang terkenal.
Klaim atas asuransi jiwa tidak serta merta dapat cair. Sebelum nasabah bisa menerima manfaat proteksinya, ada beberapa tahapan yang dilakukan perusahaan asuransi untuk mencegah kasus manipulasi klaim terjadi.
Dedi merinci, ketika klaim itu diajukan kepada perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi, pihak asuransi akan terlebih dahulu melihat umur polis tersebut.
“Nah dari situ perusahaan asuransi itu kan punya trigger-trigger tertentu. Misalnya oh ini polisnya baru kemudian uang pertanggungannya besar dan kayaknya kecelakaan nih kita perlu lakukan pendalaman dulu, maka perusahaan asuransi itu melakukan investigasi di lapangan biasanya. Apakah itu dilakukan sendiri atau memakai external investigator?” tuturnya.
Ketika hasil investigasi intenal menemukan bukti-bukti di lapangan kemudian bukti itu diserahkan kepada perusahaan asuransi kemudian perusahaan asuransi yang nanti akan berkoordinasi dengan kepolisian.
Baru penetapan dari pihak berwajiblah yang dijadikan sebagai dasar untuk pembayaran klaim.
Kembali ke kasus Mirna, belakangan diberitakan, ayah Mirna, Darmawan Salihin memang tidak menampik, Mirna memang memiliki asuransi. Namun dia tak merinci jenis asuransi yang dimiliki Mirna. Darmawan menyebutkan bahwa besaran uang asuransi tersebut adalah Rp 10 juta.
Darmawan pun mengatakan bahwa apa yang dikatakan Yudi adalah bohong. Kepolisian sendiri pada saat itu mengatakan bahwa Mirna tidak memiliki asuransi jiwa dengan uang pertanggungan US$ 5 juta.