Rekomendasi Film: Dari “The Running Man” hingga “Die Unfassbaren 3”

Pekan lalu, pilihan di box office bioskop Jerman adalah antara “Pumuckl” atau “Predator”. Ternyata, kobold (makhluk mitologi Jerman) berambut merah itu keluar sebagai pemenang dan tetap bertengger di puncak tangga film Jerman. Minggu ini, persaingan semakin ketat dengan dirilisnya “The Running Man” ke hadapan penonton—sebuah film yang berpotensi menjadi pendobrak box office berikutnya.

Sebagai alternatif, penonton juga dapat kembali terpesona untuk ketiga kalinya oleh “Die Unfassbaren” (dikenal sebagai “Now You See Me” di luar Jerman) atau mencoba mewujudkan impian dalam film “Das Leben der Wünsche” (Kehidupan yang Penuh Harapan).

Fokus Utama: “The Running Man” dan Perburuan di Abad 21

“The Running Man” adalah sebuah konsep acara TV terbesar di Amerika Serikat dalam sebuah realitas distopia. Dalam pertunjukan tersebut, para pembunuh profesional memburu ‘musuh negara’, dan penonton menyaksikannya secara langsung. Setiap hari bertahan hidup akan memberi para buruan sejumlah uang.

Kisah ini berfokus pada Ben Richards (diperankan oleh Glen Powell), seorang pekerja pemberontak yang terpaksa berpartisipasi demi menyelamatkan putrinya yang sakit parah. Untuk mendongkrak rating, produser TV Dan Killian (Josh Brolin) memulai permainan kejam dengan Ben, karena penonton sangat mengharapkan kematiannya. Namun, ketika Ben secara tak terduga berhasil melumpuhkan hampir semua pemburu, ia justru dipuja sebagai pahlawan. Tentu saja, Killian bukanlah orang yang bisa dipercaya.

Bintang, Sutradara, dan Latar Belakang

Dengan senyum khas sonnyboy dan tubuh Adonis, Glen Powell (“Top Gun: Maverick”, “Twisters”) tidak diragukan lagi adalah bintang yang sedang naik daun saat ini. Ia didampingi oleh Josh Brolin, yang sudah sukses sejak usia 16 tahun (“The Goonies”) dan baru-baru ini tampil di “Dune” dan “Weapons”.

Film baru ini disutradarai oleh Edgar Wright (“Shaun of the Dead”, “Last Night in Soho”). Ini merupakan adaptasi dari novel distopia karya Stephen King tahun 1982, “Menschenjagd” (Perburuan Manusia), yang menariknya berlatar tahun 2025. Novel ini pertama kali difilmkan pada tahun 1987 dengan bintang utama Arnold Schwarzenegger, dan film baru arahan Wright ini menyertakan beberapa referensi terhadap versi klasik tersebut.

Adaptasi Setia yang Berbeda Jauh dari Versi 1987

Bagi mereka yang hanya mengenal versi film tahun 1987, bersiaplah untuk terkejut. Film yang dibintangi Schwarzenegger itu lebih terasa seperti film B-movie yang menampilkan Ben Richards sebagai mantan polisi yang dituduh secara tidak adil melakukan pembunuhan massal. Ia kemudian dipaksa bertarung demi kebebasan dan reputasinya di arena TV ala gladiator, melawan psikopat eksentrik yang penampilannya mengingatkan pada pegulat profesional.

Sebaliknya, film baru versi 2025 ini—yang pada dasarnya merupakan adaptasi yang lebih setia pada novelnya—menghadirkan visi masa depan yang jauh lebih suram dan realistis. Film ini menggali lebih dalam keputusasaan para karakternya. Ben Richards versi Powell terpaksa ikut karena putus asa membutuhkan uang untuk obat putrinya. Bahkan terungkap bahwa istrinya, Sheila (Jayme Lawson), diam-diam bekerja sebagai pekerja seks komersial untuk bertahan hidup.

Aksi Fiksi Ilmiah dengan Denyut Nadi Istirahat

Dalam adaptasi baru yang setia ini, para peserta “Running Man” tidak dilempar ke arena. Mereka dilepas di dunia terbuka dan harus bertahan hidup selama 30 hari penuh. Ke mana pun mereka pergi, mereka diburu oleh pembunuh profesional yang didukung oleh kepolisian, sementara drone kamera menyiarkan semuanya ke saluran televisi gratis “Free-Vee”.

Peserta dapat menggunakan cara apa pun untuk melarikan diri, bahkan membunuh. Warga sipil juga diiming-imingi hadiah jika melaporkan atau membunuh buruan. Siapa pun yang bertahan selama 30 hari akan memenangkan jackpot satu miliar Dolar Baru—sesuatu yang belum pernah dicapai siapa pun dalam enam tahun sejarah acara itu.

Meskipun para kritikus memuji kesetiaan film ini pada materi sumbernya dan penggambarannya yang lebih realistis, beberapa merasa film ini kehilangan “gigitan” yang diharapkan. Walaupun ceritanya lebih dipercaya, film ini disebut “tidak pernah begitu mencekam seperti seharusnya” dan dijuluki sebagai “aksi fiksi ilmiah dengan denyut nadi istirahat”—kurang adrenalin.

Tema Permainan Maut yang Tetap Relevan

Sungguh menakutkan melihat betapa banyak visi masa depan Stephen King dari tahun 1982 yang kini telah menjadi kenyataan. Elemen-elemen seperti Reality TV, live streaming, dan fake news (berita palsu) telah lama menjadi bagian dari dunia kita. Dalam film ini, semua itu dijalin secara kritis dan ironis ke dalam narasi.

Tema permainan maut di depan kamera ini bukanlah hal baru. Ini mengingatkan pada film televisi Jerman “Das Millionenspiel” dari awal tahun 1970-an, yang juga bersifat profetik. Saat pertama kali ditayangkan, sebagian penonton percaya bahwa acara permainan mematikan itu adalah format yang benar-benar ada. Beberapa mengeluh tentang barbarisme tersebut, sementara yang lain justru ingin mendaftar sebagai kandidat.

Melihat situasi sosial dan politik saat ini, terutama di AS, tema yang diangkat “The Running Man” terasa sangat relevan.

Rilisan Alternatif: “Das Leben der Wünsche”

Jika perburuan berdarah bukan selera Anda, ada film “Das Leben der Wünsche” yang juga mulai tayang. Ceritanya tentang Felix (Matthias Schweighöfer) yang merasa hidupnya buntu: frustrasi di tempat kerja, istrinya Bianca (Luise Heyer) menginginkan perpisahan, dan rambutnya mulai rontok.

Suatu hari, ia bertemu dengan orang asing (Henry Hübchen) yang menawarinya tiga permintaan. Felix, yang merasa cerdas, menggunakan permintaan pertamanya untuk meminta agar semua keinginannya menjadi kenyataan. Untuk perannya, Schweighöfer harus memakai beberapa wig untuk mensimulasikan rambut yang menipis.